Penggunaan Bahasa Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Semarang Asal Lasem
Penggunaan Bahasa
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas PGRI Semarang Asal Lasem
Meisaroh
16410049
3B,
PBSI, FPBS, UPGRIS
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Indonesia merupakan
negara yang kaya akan sumber daya alam dan kebudayanya. Keaneka ragaman ras,
suku, dan adat- istiadat yang dimiliki membuat Indonesia kaya akan budaya,
termasuk bahasanya. Menurut data, terdapat 700 lebih bahasa yang telah tercatat
sebagai bahasa yang diakui di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah bahasa
Jawa.
Bahasa Jawa memiliki
kekhasannya tersendiri yang menjadikannya berbeda dari bahasa lainnya. Adanya undak usuk membuat bahasa Jawa ini
menjadi bahasa yang unik dan komplek. Selain itu, disetiap daerah yang
menggunakan bahasa jawa juga beragam dalam segi pelafalannya ataupun dari segi
logatnyaa. Seperti bahasa Jawa dengan logat ngapak
versi Brebes, bahasa Jawa versi Madura, bahasa Jawa versi Surabaya, bahasa
Jawa versi Malang, dan lainnya.
Termasuk salah satu
diantaranya adalah bahasa Jawa Lasem atau versi Laseman. Lasem merupakan
kecamatan dalam lingkup kabupaten Rembang, yaitu sebuah kota di ujung timur,
perbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Dalam penuturannya Lasem
mempunyai bahasanya tersendiri yang berbeda dari bahasa Jawa lainnya. Salah
satunya adalah adanya kata “em” yang digunakan sebagai kata ganti “mu” dalam
artian bahasa Indonesia “kamu”. Kemudian kata “sembereng” yang umumnya pada
bahasa Jawa menyebutnya dengan “sembarang” dalam artian bahasa Indonesia adalah
“ terserah”.
Karena keunikan tersebut
bila masyarakat tutur bahasa Jawa Laseman ini tetap mempertahankan bahasanya
meski di daerah perkotaan bahasa daerah itu mulai luntur. Yang jadi pokok
permasalahan di sini adalah bagaimana bila mahasiswa asal Lasem menggunakan
bahasanya ketika keluar daerah ataupun pada saat berinteraksi dengan masyarakat
tutur yang ada di kampusnya. Tentunya dia akan menyesuaikan diri dengan
masyarakat tutur yang ada disekitarnya. Namun, tidak melupakan bahasa ibunya,
di mana pada saat tertentu ( berjumpa dengan teman sekampung) dia akan
menggunakan bahasa ibunya kembali. Hal ini cukup menarik dan dapat dikaji lebih
dalam lagi dengan pendekatan sosiolinguistik.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh mahasiswa asal Lasem di
Universitas PGRI Semarang?
2. Bagaimana
pengaruh bahasa Lasem dalam penggunaan bahasa Indonesia mahasiswa asal Lasem di Universitas PGRI Semarang?
C. Tujuan
Dan Manfaat
1.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui bagaimana
alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh mahasiswa asal Lasem di
Universitas PGRI Semarang.
b.
Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh bahasa Lasem terhadap penggunaan bahasa Indonesia mahasiswa asal Lasem
di Universitas PGRI Semarang.
2.
Manfaat
Dengan
dibuatnya artikel ini diharapkan kita dapat:
a. Menggunakan
penelitian ini sebagai kerangka acuan penelitian sosiolinguistik.
b. Memahami
bagaimana alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh mahasiswa asal Lasem di
Universitas PGRI Semarang.
c. Memahami
bagaimana pengaruh bahasa Lasem terhadap penggunaan bahasa Indonesia mahasiswa asal
Lasem di Universitas PGRI Semarang.
D. Landasan
Teori
Alih Code dan Campur
Kode
Menurut Appel ( 1976: 79 ) “alih kode adalah gejala
peralihan bahasa karena berubahnya situasi.” Sedangkan menurut Hymes ( 1875:
103) mengatakan bahawa alih kode bukan hanya terjadi pada antar bahasa, melaiankan
juga dapat terjadi antara ragam- ragam atau gaya- gaya yang terdapat dalam
suatu bahasa.
Untuk mengetahui bagaimana peristiwa alih kode dan campur
kode itu terjadi, maka Fishman ( 1976: 15 ) mengatakan kita harus paham
terlebih dahulu mengenai “ siapa ,berbicara, dengan bahasa apa, kapan, dan
dengan tujuan apa”. Sehingga dirumuskanlah penyebab terjadinya alih kode yaitu:
adanya pembicara atau penutur, adanya pendengar atau lawan tutur, perubahan
situasi karena adanya orang ke tiga, perubahan dari formal ke informal atau
sebaliknya, perubahan topik pembicaraan.
Peristiwa campur code tidak jauh berbeda dengan peristiwa
alih kode. Dalam alih kode, setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan
masih memiliki fungsi otonomi masing- masing. Sedangkan dalam campur kode
terdapat sebuah kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotomiannya,
dan kode- kode lain yang ada hanyalah serpihan saja tanpa fungsi dan
keotonomian sebagai sebuah kode.
E. Metode
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode observasi. Observasi yang dilakukan adalah
observasi partisipatoris. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi secara langsung dan melakukan proses wawancara kepada pengguna bahasa
Laseman.
Pembahasan
Penyebab Terjadinya
Alih Kode dan Campur Kode
Universitas
PGRI Semarang merupakan salah satu universitas yang kini mulai berkembang dan
maju. Di sana terdapat banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah yang
tersebar di Indonesia. Bahkan ada pula mahasiswa yang berasal dari luar negeri.
Dalam kegiatan perkuliahan maupun kegiatan di luar perkuliahan tentunya
mahasiswa melakukan proses interaksi dengan dosen maupun mahasiswa lainnya.
Proses interaksi inilah yang membuat mahasiswa ini menjadi masyarakat tutur
yang membawa bahasa ibu yang sebelumnya telah dikuasainya. Karena keberagaman
yang ada di Universitas PGRI Semarang ini menyebabkan banyaknya pula masyarakat
tutur yang beragam.
Dari
data yang telah didapatkan, variasi bahasa yang ada di Universitas PGRI
Semarang ini antara lain adalah bahasa Jawa—bahasa Jawa di sini dibagi lagi
menjadi bahasa Jawa ngapak, bahasa Jawa Semarangan, dan lainnya—kemudian bahasa
Sunda, serta Bahasa Indonesia. Salah satu yang menjadi fokus bahasan kali ini
adalah bahasa Jawa versi Laseman.
Lasem
merupakan sebuah kecamatan yang bernaung dibawah kabupaten Rembang. Kota
Rembang berada di ujung Timur provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung
dengan Jawa Timur—Tuban. Karena letaknya yang berada di daerah perbatasan
dengan Jawa Timur, maka bahasa yang digunakan memiliki beberapa perbedaan dari
bahasa Jawa lainnya. Adanya perbedaan ini disebabkan karena faktor geografisnya
yang cenderung memihak pada daerah Timur daripada Semarang dan sekitarnya.
Sementara
itu, masyarakat tutur dari kota Lasem yang berkuliah di Universitas PGRI
Semarang ini tidak terlalu banyak. Dari surve yang telah dilakukan,
mereka—maahasiswa dari Lasem lebih suka menggunakan bahasa ibunya yaitu bahasa
Jawa Laseman, meski bahasa Jawa yang digunakan memiliki leksem yang berbeda daripada
menggunakan bahasa lain seperti bahasa Indonesia ketika berinteraksi dengan
temannya diluar proses perkuliahan. Namun, ketika mereka dihadapkan dengan
mahasiwa dari luar Jawa maka mereka akan berlih menggunakan bahasa Indonesia
dalam interaksinya.
Hasil Pengamatan
Si
A dan si B adalah mahasiswa Universitas PGRI Semarang yang sama- sama berasal
dari Lasem. Dan berikut adalah komunikasi yang dilakukan oleh mereka:
A: “ heh
beb! Kue sesuk sida muleh?”
B: “
Sida beb! Kue lha kue?”
A: “ aku
yo muleh. Piye sesuk bareng?”
B: “
Ayo no. Sesuk jam pira?”
A: “semberemglah.
Aku ngatut kue.”
B: “
Yo wes! Sesuk tak parani nek kosem!”
Dari percakapan di atas menunjukkan adanya campur kode
yang dilakukan oleh kedua penutur. Yaitu campur kode antara bahasa Jawa dengan
bahasa Inggris, yaitu pada kata “beb”. Selain
itu, campur kode yang ditemukan adalah pada saat presentasi, seorang mahasiawa
asal Lasem melontarkan kata “ eh nggak leh” tanpa sengaja.
Berikut adalah hasil
pengamatan yang lain:
A: “Nuke! Hari ini kamu ada kuliah apa?”
B: “ sintaksis ini! Puyeng aku sama
tugasnya. Aku dadi ra muleh- muleh goro-
goro nugas!” ( aku jadi ga pulang karena mengerjakan tugas!)
A. “ yo
podo nek ngunu!”. ( iya, kalau begitu sama!)
B: “ iya, Sha! Aku duluan, ya!”
A: “ Oke!”
Dari
percakapan tersebut dapat kita ketahui alih kode yang dilakukan oleh si A yang
semula berbicara dengan bahasa Indonesia kemudian beralih bahasa memakai bahasa
Jawa dalam percakapannya. Dan pada akhir percakapan si A mengubah lagi
bahasanya menjadi bahasa Indonesia kembali. Pada peristiwa alih kode terjadi
dua kali.
Pengaruh terhadap
Penggunaan Bahasa Indonesia
Tidak
ada pengaruh khusus terhadap pemakaian bahasa Indonesia. Dari segi kosakatanya,
bahasa yang digunakan tidak tercampur- campur. Namun, dari pengucapannya atau
dialek yang digunakan cukup mempengaruhi.
Dalam hal interaksi dengan teman sesama dari daerah Jawa,
mereka tetap menggunakan bahasa ibunya sendiri yaitu bahasa Laseman, kecuali
bila berinteraksi dengan masyarakat penutur yang berbahasa Jawa ngapak maupun
Sunda, mereka akan menggunakan bahasa nasional Indonesia. Hal ini merupakan
peristiwa alih kode. Dimana dengan sengaja mereka mengubah bahasa yang
digunakan agar terjadi kesaaman paham antara penutur dengan lawan tutur agar
tercipta komunikasi yang baik.
Pada beberapa khasus yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah terjadinya campur kode yang secara tidak sengaja dilakukan oleh
mahasiswa dari Lasem yang sedang melakukan presentasi. Campur kode tersebut
berupa kata “ eh enggak leh!”. Kata tersebut merupakan bentuk campur kode yang
dilakukan.
Kata “leh” yang diucapkan tersebut merupakan salah satu
kata khas yang tidak bermakna dari Lasem. Sama halnya dengan kata “ Go, are“
yang dimiliki oleh masyarakat tutur daerah Pati.
Ini berarti bahawa terdapat beberapa mahasiswa yang masih
terbawa dengan bahasa ibunya—bahasa Lasem dalam beberapa kasus seperti
dipaparkan. Hal ini terjadi secara spontan, bukan karena disengaja untuk
membuat lawan tuturnya paham. Sehingga peristiwa tersebut merupakan contoh
campur kode.
Meskipun begitu, secera keseluruhan tidak terdapat
pengaruh serius dalam penggunaan bahasa Indonesia. Mereka bisa menempatkan diri
sebagai masyarakat tutur di lingkungan yang sekarang dihadapinya. Tidak ada
pengaruh khusus penggunaan bahasa Jawa Laseman terhadap penggunaan bahasa
Indonesia. Sekalipun hal itu terjadi, pada beberapa khasus lebih mengarah
kepada dialeknya saja, bukan mempengaruhi struktur bahasa dalam bahasa
Indonesia.
Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan dapat terlihat jelas bagaimana
masyarakat tutur bahasa Lasem melakukan alih kode maupun campur kode dalam
lingkungannya yang baru, yaitu dalam lingkungan Universitas PGRI Semarang yang
kemudian membentuk kebiasaan baru menjadi sebuah masyarakat tutur baru dalam liungkungan
tersebut. Meskipun begitu, dalam keadaan tertentu seperti bertemu dengan teman
sedaerahnya, mereka akan menggunakan bahasa ibunya kembali.
Bila dikaitkan bagaimana pengaruhnya dengan penggunaan
bahasa Indonesia, maka masyarakat tutur bahasa Lasem yang berada di lingkungan
Universitas PGRI Semarang tidak memiliki kesulitan dalam menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Ini artinya bahasa ibu yang dimiliki—bahasa
Lasem, tidak memberikan pengaruh yang berarti kepada mahasiswa asal Lasem dalam
berbahasa Indonesia, walaupun terkadang logat kedaerahan sangat terlihat dalam
mengucapkan kalimat dalam bahasa Indonesia. Tidak merusak struktur bahasa
Indonesia. Meskipun dalam kasus tertentu alih kode digunakan untuk membuat
paham lawan bicaranya. Dan campur kode yang terjadi tidaklah berakibat fatal dalam
penggunaan bahasa Indonesia, hanya sekadar kata yang tidak bermakna seperti
kata “leh”.
Daftar
Pustaka
Chaer,
Abdul, Leonie Agustina. 2010.
Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Komentar
Posting Komentar