Alih Kode dan Campur Kode Bahasa antara Pedang dan Penjual Ikan di TPI Juwana




Alih Kode dan Campur Kode Bahasa antara Pedagang dan Penjual Ikan di TPI Juwana
Disusun Oleh:
Sholikhatun
16410088
3B
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Universitas PGRI Semarang

BAB I
PENDAHULUAN

A.        LATAR BELAKANG
Pengertian bahasa adalah suatu bunyi yang keluar dari alat ucap manusia, yang memiliki makna dan bersifat arbitrer (manasuka). Lambang bunyi bahasa itu bersifat arbitrer, artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah, dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Meskipun lambang-lambang bahasa itu bersifat arbitrer, tetapi juga bersifat konvensional. Artinya, setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan.
Bahasa itu bersifat produktif. Artinya, dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Umpamanya menuut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Bahasa bersifat dinamis. Maksudnya, bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Bahasa itu beragam jenisnya. Artinya, meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen, yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis, maupun pada tataran leksikon. Bahasa juga bersifat manusiawi. Artinya, bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang hanya dimiliki oleh manusia. Namun itu bukan bearti hewan tidak mempunyai bahasa, yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi adalah berupa bunyi atau gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan tidak dinamis.
Dalam pemaparan ini, saya akan membahas tentang penelitian atau kajian bahasa. Judul artikel saya kali ini adalah “ Keterampilan Berbahasa Pada Pedagang dan Penjual Ikan Di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Alasan mengapa saya mengusulkan tolik tersebut yaitu, karena menurut saya topik tersebut mudah untuk saya analisis. Karena lokasi TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sangat dekat dengan rumah saya. Tepatnya di desa Bajomulyo, kecamatan Juwana, kabupaten Pati. Oleh karena itu dapat mempermudah saya dalam penelitian.
Dalam ilmu sosiolinguistik meberikan pengetahuan bagaimana cara keterampilan berbahasa. Misalnya pada penjual dan pembeli ikan di TPI memiliki bentuk dialek yang berbeda-beda, baik itu terhadap orang satu daerah maupun dari luar daerah kita. Hal itu merupakan ciri khas dari setiap individu yang berasal dari daerahnya masing-masing. Dalam artikel ini, saya akan membahas tentang keterampilan berbahasa yang meliputi perbedaan dan persamaan dialek serta pengaruh terhadap pedagang dan penjual ikan di TPI.


B.        RUMUSAN MASALAH
1.         Bagaimana terjadinya alih kode antara pedagang dan penjual ikan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Juwana?
2.         Bagaimana terjadinya campur kode antara pedagang dan penjual ikan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Juwana?

C.        TUJUAN
Tujuan dan manfaat dibuatnya artikel ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiolinguistik dan untuk memberikan informasi mengenai perbedaan dan persamaan serta pengaruh bahasa, khususnya dalam berkomunikasi antara pedagang dan penjual ikan di TPI.

C.        TEORI
       I.            Alih Kode
·         Appel (1979:79) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Misalnya, peralihan penggunaan bahasa dari bahasa Cina ke bahasa Indonesia agar si pendengar mampu memahami apa yang dibicarakan oleh si penutur.
·         Hymes (1875:103) mengemukakan bahwa alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa. Contohnya adalah pergantian ragam bahasa Indonesia santai ke ragam bahasa Indonesia resmi dalam ruang kuliah.

    II.            Campur Kode
·         Nababan  (1984:32)  berpendapat  bahwa  seseorang  dikatakan  melakukan campur kode bilamana dia mencampurkan bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak  bahasa  tanpa  adanya  sesuatu  dalam  situasi  berbahasa  itu  yang menuntut pencampuran  bahasa.
·         Kachru  (dalam  Suwito,  1985:76)  memberi batasan  campur  kode  sebagai  pemakaian  dua  bahasa  atau  lebih  dengan  saling memasukkan  unsur-unsur  bahasa  yang  satu  ke  dalam  bahasa  yang  lain  secara konsisten.
·         Kridalaksana  (1984:32) dikatakan mempunyai  dua  pengertian.  Pertama,  campur  kode  diartikan  sebagai interferensi, sedang pengertian kedua campur kode diartikan sebagai penggunaan satu bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom dan sapaan.
·         Thealander (dalam Chaer, 1995:151-152) mengatakan bahwa campur kode terjadi  apabila  di  dalam  suatu  peristiwa  tutur,  klausa-klausa maupun  frase-frase yang digunakan terdiri atas klausa dan frase campuran dan masing-masing klausa, frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.
·         Campur  kode  menurut  Suwito  (1985:75)  merupakan  aspek  saling ketergantungan  bahasa,  yang  ditandai  dengan  adanya  hubungan  timbal  balik  antara  peranan  dan  fungsi  kebahasaan.  Peranan  maksudnya  siapa  yang menggunakan bahasa  itu,  sedangkan  fungsi kebahasaan berarti apa  yang hendak dicapai  penutur  dengan  tuturannya.  Jika  seorang  penutur  dalam  tuturannya bercampur kode, maka harus dipertanyakan lebih dahulu siapakah dia. Dalam hal ini sifat-sifat khusus penutur  (misalnya  latar belakang sosial,  tingkat pendidikan, rasa keagamaan dan sebagainya) sangatlah penting.

D.        METODE
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengumpulkan dan menganalisis data dengan menggunakan metode Observasi Non Partisipatoris. Pada metode ini, peneliti tidak ikut serta dalam berpartisipasi. Peneliti hanya mengamati dan mencatat berbagai peristiwa yang terjadi dan yang dianggap perlu dalam penelitian. Alat yang digunakan dalam melakukan observasi ini antara lain: buku catatan, kamera untuk membuat video dan mengambil gambar, dan lain-lain.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Peristiwa Terjadinya Alih Kode
Untuk dapat memahami proses terjadinya alih kode dengan lebih baik, simaklah terlebih dahulu ilustrasi dalam paparan berikut ini!
Bapak So Ingua dan bapak Changyi yang berasal dari Cina, mereka tinggal di Indonesia karena tuntutan pekerjaanya yaitu sebagai pedagang ikan di daerahnya, namun mereka pindah ke Indonesia untuk memperoleh kualitas ikan yang lebih baik. Mereka tinggal di Indonesia dan menetap di kota Semarang sudah cukup lama, sehingga mereka sudah menguasai Bahasa Indonesia. Kemudian mereka berkunjung ke TPI Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah tepatnya di desa Bajomulyo untuk membeli ikan.
Ilustrasi ini berlangsung di TPI Juwana.
Pada saat bapak So Ingua dan bapak Changyi menunggu ikan turun dari kapal, mereka berbincang-bincang mengenai harga ikan dan jenis-jenisnya serta kualitas ikan yang ada di TPI Juwana. Mereka berbincang-bincang menggunakan bahasa ibu keduannya yaitu bahasa Cina. Namun sesekali mereka menggunakan bahasa Indonesia disaat membicarakan tentang kualitas dan jenis-jenis ikan. Tak lama kemudian datang seorang ibu pedagang ikan yang bernama Sudarti menawarkan ikannya kepada bapak So Ingua dan bapak Changyi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Seketika bapak So Ingua dan bapak Changyi beralih dengan menggunakan bahasa Indonesia. Mereka memilih menggunakan bahasa Indonesia karena bahasa Indonesialah yang dipahami oleh mereka bertiga. Secara sosiologis, alih kode tersebut memang seharusnya dilakukan untuk menjaga kepantasan dan keetisan dalam bertindak tutur. Ketika mereka sedang asyik bercakap-cakap mengenai harga ikan di pasaran dan tawar-menawar, kemudian datanglah rekan dari ibu Sudarti, mereka membicarakan topik yang sama, sehingga percakapan menjadi lebih akrab. Setelah ibu Sudarti pergi meninggalkan bapak So Ingua dan bapak Changyi untuk melanjutkan pekerjaannya, mereka kembali menggunaka bahasa ibunya yaitu bahasa Cina.
      Dari ilustrasi tersebut dapat dilihat, pada mulanya bapak So Ingua dan bapak Changyi yang berbahasa ibu sama sedang bercakap-cakap dalam bahasa Cina, dan sesekali menggunakan bahasa Indonesia disaat membicarakan tentang jenis-jenis ikan. Sewaktu ibu Sudarti datang, bapak So Ingua dan bapak Changyi mengubah bahasa mereka dari bahasa Cina ke bahasa Indonesia. Demikian juga bahasa yang digunakan oleh rekan Ibu Sudarti.
Peristiwa pergantian bahasa yang digunakan dalam ilustrasi di atas yaitu dari bahasa Cina ke bahasa Indonesia, inilah yang disebut dengan peristiwa alih kode di dalam sosiolinguistik. Memang tentang apakah yang disebut  alih kode itu banyak batasan dan dari pendapat para ahli. Namun ilustrasi dan keterangan di atas telah memberikan gambaran tentang apa yang disebut dengan alih kode.

B.     Peristiwa Terjadinya Campur Kode
Pengertian mengenai campur kode dengan alih kode hampir sama. Yang membedakan adalah tutur kata, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan si penutur. Apabila didalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran, dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwi yang terjadi adalah campur kode.
Untuk dapat memahami proses terjadinya campur kode dengan lebih baik, simaklah terlebih dahulu ilustrasi dalam paparan berikut ini! Ilustasi ini hampir sama dengan alih kode.
Pada saat bapak So Ingua dan bapak Changyi becakap-cakap menggunakan bahasa Cina dan kemudian datang ibu Sudarti beserta rekannya, dan mereka berbicara menggunakan bahasa Indonesia, namun seringkali Ibu Sudarti dengan rekannya menyelipkan serpihan-serpiahan bahasa daerahnya yaitu bahasa Jawa. Akibatnya muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan. Peristiwa tutur ini bisa dikatakan telah melakukan campur kode.


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan

Alih kode adalah peristiwa pergantian bahasa yang terjadi pada pemakaian bahasa, situasi dan ragam bahasa agar penutur dan pendengar dapat memahami topik pembicaraan dengan baik . Sedangkan campur kode adalah penggunaan dua bahasa
(varian) atau lebih dalam perisriwa tindak tutur.


B.     Daftar Pustaka
Chaer, abdul. Leonie Agustina.2010.Sosiolinguistik.Jakarta:Rineka Cipta.



Lampiran Foto







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Ejaan Pada Surat Dinas di Balai Desa Wonotenggang Rowosari Kendal

Variasi Bahasa yang Terdapat pada Masyarakat Kota Ambon Maluku dan Kota Tual Maluku Tenggara”

Variasi Penggunaan Volume Bahasa pada Mayarakat Pegunungan dan Masyarakat Pesisir